Cemburu, Sisi Patalogis Dari Cinta
narakomen-04.
يٰۤاَ يُّهَا النَّا سُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَآئِلَ لِتَعَا رَفُوْا ۗ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَ تْقٰٮكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Pada situs muslimah.or.id menuliskan bahwa cemburu adalah fitrah (tabiat) yang ada pada diri wanita, dengan memberikan alasan karena Aisyah- radhiyallaahu ‘anha—istri Rasulullah SAW juga cemburu. Deepublihstore.com memberikan tambahan bahwa cemburu termasuk akhlaq mulia yang bisa menjaga serta melindungi harga diri keluarga dari tindakan dosa. Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil dalam bukunya al-Ghirah Baina as-Syar'i wa al-Waqi' —diambil dari situs kompasiana.com, menjelaskan cemburu (al-ghirah) merupakan sesuatu yang bebas dari birahi dan nafsu duniawi. Pendapat-pendapat ini menggambarkan cemburu adalah hal yang positif dan merupakan hal yang biasa dalam hubungan cinta antara laki-laki dan wanita. Malahan beberapa orang berpendapat bahwa cemburu merupakan tanda cinta. Apakah cemburu demikian bagusnya dalam suatu hubungan (relasi)?
Beberapa ahli seperti Bringle dan Bunnk mendefinisikan cemburu merupakan respon permusuhan yang muncul di antara pasangan karena adanya keterlibatan secara nyata atau sebatas dugaan akan hadirnya orang ketiga. Hal ini serupa dengan pembagian cemburu berdasarkan jenis yang dikutip dari Rani AgiasFitri—Suspicious jealousy dan realistic/reactive jealousy.
Suspicious jealousy adalah cemburu yang disebabkan suatu ancaman yang tidak memiliki dasar faktual untuk mengkhawatirkannya. Jadi cemburu ini disebabkan faktor internal (endogen) yang membangkitkan rasa cemburu terhadap pasangannya (Tandai Attridge, 2013). Sebagai contoh, Pada suatu zaman di negara antah berantah, hidup seorang guru spritual yang dikenal sebagai orang yang saleh, jujur, sabar dan ber-akhlaq mulia. Namun, guru ini memiliki istri yang suka cemburu. Pendek cerita, suatu malam, sang guru keluar dari rumahnya dan tidak membangunkan istrinya yang sedang tidur. Tetapi, istrinya menyadari gerakannya yang keluar dari rumah. Pikiran-pikiran negatif seperti setan yang segera merasukinya. Rasa cemas, ragu, ketidakyamanan pribadi dan hubungan (Bringle 1991), meraja rela dalam dirinya . Akhirnya, istrinya membuntuti secara pelan-pelan suaminya dari belakang. Namun, perilaku istirnya cepat disadarinya. Sang guru yang sabar pun segera mendatangi dan mengatakan kepada istrinya "Apa setanmu mendatangimu?"
Sedangkan jenis realistic/reactive jealousy adalah cemburu yang disebabkan oleh sesuatu yang nyata dan faktual. Artinya, seseorang akan marah, sakit hati atau kecewa kepada pasangannya yang terbukti berselingkuh dengan orang lain. Jadi jenis cemburu ini dipengaruhi oleh faktor eskternal (eksogen). Prita Aditya dan Salito Wirawan Swarwono (2009) menjelaskan bahwa sesuatu yang faktual bukan hanya terjadi pada saat ini, melainkan bisa terjadi pada masa lalu (retroactive jealousy). Makanya, cemburu ini bisa dianggap sebagai jenis cemburu yang positif atau produktif, sebab cemburu ini dapat mengingatkan seseorang terhadap ancaman dan memotivasi perilaku melindungi hubungan.
Bila kita menganalisis lebih jauh, realistic/reactive jealousy menyimpan sisi traumatik atau kecenderungan mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) yang merupakan kondisi ganguan jiwa yang dipicu oleh peristiwa traumatik. Leeker dan Carlozzi yang dikutip oleh Vira P. S. dan Dini R. B (2023) menjelaskan bahwa pengkhianatan dapat menimbulkan rasa cemburu, depresi, stress dan PTSD. Realistic/reactive jealousy dapat pula disebabkan oleh kecurigaan terhadap sesuatu yang tidak faktual belum terbukti selingkuh, melainkan pada perubahan sikap pasangan, misalnya tidak romantis atau tidak care lagi dengan pasangannya. Hal ini diartikan Suspicious jealousy dapat memberikan efek terhadap realistic/reactive jealousy dan begitu pula sebaliknya.
Dr. Romanoff, menjelaskan seseorang yang mengalami retroactive jealousy memiliki ciri-ciri : merasa iri dan membandingkan dengan mantan pasangannya, meragukan pasangannya dan ketakutan kalau pasangan berkencan dengan orang yang lebih sempurna.
Pertama, merasa iri dan membandingkan dengan mantan pasangannya. Seperti cerita guru spritual yang alim dan istrinya yang suka cemburu. Dalam cerita, guru ini biasa bercerita kepada murid-muridnya tentang pengorbanan dan kerja keras mantan istrinya di saat orang-orang menjauhi dan menyalahkan dirinya. Namun istrinya yang pencemburu ini tidak terima dan berkata "Terlalu sering kamu menyebutnya, dia wanita yang sudah tua. Tuhan telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik". Sang guru yang berakhlak, menjawabnya "Tuhan tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya...".
Ciri yang kedua, meragukan pasangannya. Suatu saat, istri yang suka cemburu ini terbangun dan kaget melihat di sampingnya tidak ada sosok suaminya. Dengan rasa cemburunya, dia berkeliling mencari suaminya. Pendek cerita, istrinya menemukan suaminya sedang beribadah di Rumah Tuhan.
Terakhir, ciri ketiga adalah ketakutan kalau pasangan berkencan dengan orang yang lebih sempurna. Ada pula cerita tentang istri pencemburu ini yang mengatakan kepada salah satu istri guru yang sangat cantik, tapi dulunya merupakan tawanan perang berdarah yahudi. "Saya melihata wanita Yahudi". Mendengar perkataan istri pencemburu, Guru yang bijak ini membalasnya "Janganlah kamu berkata begitu, sebab dia sudah menjadi bagian diriku dan menjadi wanita yang baik"
Situs grid.id menjelaskan bahwa cemburu itu diperlukan. Tapi cemburu yang dimaksud adalah cemburu yang ringan dan terjadi sesekali. Katanya, cemburu seperti ini dapat menghargai pasangan, meningkatkan rasa cinta lebih kuat dan seks lebih bergairah. Namun, rasa takut (feat), marah (anger), dan kecemasan (anxiety) menurut Gale Encyclopedia of psychology merasuk dalam diri sang pencemburu. Sehingga menjadi antisipasi yang merepotkan dan menyusahkan pasangannya. Untung kalau pasanganya memiliki kesabaran yang besar. Seperti, sang guru yang bijak, soleh dan ber-akhlak mulia, yang mampu bersabar bersama istrinya yang pencemburu.
CemburuProposional dalam cemburu, yaitu tidak abai terhadap prinsip-prinsip yang dikhawatirkan terjadi kerusakan dan tidak berlebihan dalam buruk sangka (terhadap pasangan), (berlebihan) mencari kesalahan, dan mengintai rahasia-rahai. Rasulullah melarang kita untuk mnyidik rahasia pasangan (HT At-Thabarani)," (Imam Al-Ghazali, Kitab Ihya Ulumiddin [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz II halaman 52-53). Sumber: islam.nu.or.id
Konsep fitrah memiliki kesamaan dengan teori yang dikemukakan oleh John Locke tentang tabula rasa atau blank slate. Teori ini menyakini bahwa manusia dilahirkan tanpa adanya bawaan. Menurut Studi "Komparatif Teori Tabularasa dan Konsep Fitrah" yang dilakukan oleh Moh. Isom Mudin, Ahmad dan Abdul Rohman (2021), mengungkapkan bahwa perbedaan tabula rasa dan fitrah terlihat dari paradigmanya. Dimana tabula rasa menyakini manusia lahir dalam keadaan kosong karena secara empiris tidak membuktikan adanya ide bawaan pada bayi. Sedangkan, fitrah meyakini bahwa manusia dilahirkan dengan potensi-potensi kebaikan/positif.
Sedangkan, cemburu merupakan suatu respon emosi terhadap perilaku yang dapat merusak hubungan, walaupun perilaku itu belum terbukti tidak nyata. Cemburu dapat berefek pada stres, kecemasan, ketakutan, dan fitnah. Sedangkan, perilaku selingkuh yang telah terbukti aktual, cenderung mengalami traumatik sehingga melahirkan antisipasi, ketakutan, kecurigaan, was-was dan kecemburuan pada pasangan yang baru. Makanya, saya lebih condong memilih cemburu kearah respon emosi negatif terhadap sesuatu yang tidak nyata. Sedangkan perselingkuhan yang aktual atau terbukti, menimbulkan kekecewaan terhadap komitmen.
Banyak pula penelitian sejauh saya membaca mendeskripsikan rasa cemburu dapat merusak suatu hubungan dan menimbulkan kekerasan fisik, psikologis, seperti pemukulan, fitnah, permusuhan, atau prasangka negatif. Jika suatu hubungan (pacaran atau pernikahan) bertahan lama tapi di dalamnya ada sang pencemburu menurut saya hal ini diakibatkan adanya sosok kekasih yang menghargai pasangannya, sabar dan tidak ingin menyakiti pasanganya. Walaupun, ada suatu kalimat yang mengatakan "Seberapa lama dia sabar mendampingi pasangan yang pencemburu"
Jadi pendapat yang mengatakan cemburu adalah fitrah atau tabiat manusia, merupakan pendapat yang kontradiksi dengan arti kata fitrah itu sendiri. Karena tidak mungkin kebaikan melahirkan suatu yang negatif. Apalagi mengakibatkan traumatik akibat masa lalu. Cemburu pun dipengaruhi oleh rasa kepemilikan yang lebih terhadap sesuatu. Seolah-olah kekasihnya adalah barang yang abadi dimiliki, sehingga perpisahan merupakan sesuatu hal yang mustahil jika sudah berstatus pacaran, apalagi sudah menikah.
Pernah saya bertanya kepada seseroang yang saya tidak akan sebut namanya di sini. Kenapa dia membuat acara pernikahan yang begitu meriah dan megah. Jawabanya, pernikahan ini hanya satu kali seumur hidupnya, jadi tidak salah membuat acara semegah dan semeriah ini. Alangkah butanya dia terhadap kemungkinan-kemungkinan negatif yang terjadi dikemudian hari. Perselingkuhan dan orang ketiga tetap ada di dunia ini untuk menjadi cobaan/ujian kita selama di dunia.
Menurut Ralph Hupka, seroang profesor psikologi dari Emeritus-Carifornia State University dikutip dari karya Halimatussadiyah. Cemburu merupakan sesuatu yang dipelajari dan bukan sesuatu bawaan yang ada sejak lahir. Pada penelitian yang dilakukan oleh dokter Christine Haris dan Carolibe Prouvost memperlihatkan bahwa anjing pun merasa cemburu ketika pemiliknya lebih memperhatikan orang lain. Tidak hanya itu, seekor marmoset merasakan emosi cemburu terhadap pasangannya yang dianggap miliknya pergi ke marmosert yang lain.
Mungkin cemburu lebih condong ke gharizah naluri atau insting untuk memenuhi kebutuhan internal manusia dikutip pendapat Abdullah dalam artikel "Konsep Kepribadian Islam menurut Taqiyuddin An Nabhani". Gharizah juga lebih condong ke jiwa binatang, karena menurut Taqiyuddin an Nabhani dalam artikel yang sama jika gharizah menuntut pemuasan, maka rasa gelisah bergejolak di dalam diri. Rasa gelisah ini akan hilang jika pemuasan berhasil diwujudkan. Lanjutnya, pemuasan gharizah (naluri) yang tidak terpenuhi dapat berefek kepada gangguan fisik, jiwa dan akal. Sehingga kepedihan dan kegelisahan merajalela di dalamnya. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Dugosh dikutip dalam artikel "Menguji Kepuasan Hubungan Melalui Intimasi dan Perasaan Cemburu pada Pelaku Hubungan Friends with Benefits", menunjukkan bahwa antara cemburu dengan kepuasan hubungan memiliki hubungan yang negatif. Sehingga, ketika tingkat kecemburuan meningkat, maka kepuasan suatu hubungan akan menurun.
"Mereka mengatakan aku telah tersesat, Wahai mana mungkin cinta akan menyesatkan, jiwa mereka sebenarnya yang kering laksana dedaunan di terpa panas mentari siang."
Jika menganggap cemburu adalah tanda suatu cinta, maka betul pendapat Jean-Paul Sartre yang memandang cinta sebagai penindasan secara halus, pengobyekkan terhadap manusia, bahkan “terjebak”-nya seseorang pada dunia orang lain. Tapi, apakah cinta yang mengajarkan seseorang tidak percaya kepada kekasihnya karena adanya rasa curiga dan was-was. Apakah cinta yang memberitahu kepada seseorang untuk mengeluarkan kata-kata kasar kepada kekasihnya untuk mengontrolnya. Ataukah cinta yang menuntun seseorang harus meragukan setiap perilaku kekasihnya, sehingga membuntuti kemana saja kekasihnya pergi. Jika cemburu itu tidak memberikan bukti apapun terhadap perselingkuhan (misalnya), apakah reaksi tersebut adalah fitnah? Kata Plato, cinta adalah sumber keindahan. Bukan sumber kerusakan dan perpecahan diantara makhluk. Oleh sebab itu, cemburu bukanlah tanda dari cinta yang biasa dijadikan dalil oleh orang yang tidak memiliki cinta. Tanyakanlah kepada dirimu, apakah kamu mencintai kekasihmu dengan cinta atau mencintai dia sebagai budak nafsu.
"Cinta adalah membagi, memahami, memberikan kebebasan, menjawab panggilan dan Cinta adalah kehidupan"
Erich Fromm membagi cinta menjadi dua jenis. Pertama, cinta yang "To Be" (menjadi), konsep ini cenderung bersifat positif, sehat, dan mengaktualisasikan kesejatian manusia. Menjalin hubungan dengan menggunakan "To Be" membentuk suatu hubungan yang saling mendukung segala minat dan bakat pasangan. konsep ini juga melihat pasangan bukan sebagai objek kepemilikan sehingga perlu dikontrol dan didominasi dalam setiap tindakan yang dilakukan. Selain itu, tidak pemaksaan kehendak, membatasi pergaulan maupun mengontrol psikis dan lainnya. Akhirnya cinta menjadi produktif. Sehingga menciptakan relasi yang saling merawat, menghormati, membebaskan, menanggapi, dan menegaskan otoritas individu, dalam hubungannya dengan individu lain, sebagai pasangan. Salah satu contoh adalah cinta orang tua terhadap anaknya yang suatu saat akan pergi meninggalkannya hidup sendiri.
Kedua, Cinta dalam konsep "To Have". Konsep ini cenderung tidak sehat, karena eksistensi manusia menjadi utuh dengan membeli, memiliki, terobsesi pada pasangan. "To Have" mengacu kepada konsep "kepemilikan", sehingga pasangan menjadi objek “dimiliki” dan “dikuasai” serta dapat digunakan tergantung selera. Sehingga tujuannya dalam relasi adalah mencari sebuah kepuasan dan keserakahan. Kepuasan ini tidak memiliki akhir, karena tidak ada rasa kepuasan di dalamnya. Ketika pemenuhan tidak terwujud maka akan tercipta kecemburuan untuk mengontrol pasangan mencapai apa yang diinginkan. Cinta dalam bentuk ini bukanlah cinta yang berasal dari fitrah manusia, melainkan bentuk lain suatu keserakahan.
Cinta dalam konsep "To Have" melahirkan kecurigaan, marah, takut, dan keserakahan. Sehingga wajar seseorang mempertahankan cintanya dengan kecemburuan. Serupa pendapat David Buss yang menyatakan cemburu berifat adaptif dalam membela kepentingan sendiri. Tapi, bagaimana orang tua yang melahirkan anaknya dari diri mereka. Disaat mereka harus merelakan anaknya pergi membangun rumah tangga bersama orang lain. Apakah kepergian anak mereka menghapus cinta di dalam diri mereka?
Cemburu pun bukanlah akhlak yang baik. Masih ingatkah tentang cerita Sang Guru dan istrinya yang pencemburu. Apakah perilaku cemburu istrinya merupakan akhlak yang baik kepada suaminya (Sang Guru). Konon juga, cemburu dapat menjaga serta melindungi harga diri keluarga dari tindakan dosa. Namun, orang yang cemburu itu, menjadikan pasangannya sebagai objek yang “dikuasai”, sehingga dapat dikontrol semaunya. Menjadikan cinta sebagai penjara bagi pasangannya. Kecurigaan dijadikan alat untuk melindungi dari dosa. Serta, cemburu menghilangkan intimasi diantara sepasang kekasih. Padahal intimasi menimbulkan rasa saling mendengarkan, kebersamaan, sikap jujur dan saling mempercayai.
Pengkhianatan dan perpisahan, merupakan dinamika dalam kehidupan. Kedua hal ini adalah ujian yang diberikan oleh Tuhan untuk mengetahui seberapa sabar, waras dan kuat dirimu bertahan di jalan Tuhan. Beberapa diantara kita dalam menghindari timbulnya pengkhianatan dan perpisahan, akan menerapkan konsep cinta "To Have". Namun, cinta ini lebih mengarahkan kepada "Hubbud dunya" atau cinta yang berlebihan kepada dunia. Sama halnya orang-orang yang takut kehilangan uang dan jatuh miskin. Mereka akan melakukan segala cara negatif untuk mendapatkan uang, seperti menjilat, korupsi atau penyalahgunaan jabatan.
"Apa yang kita miliki hanyalah pinjaman dan itu tidak lama! Jangan menggenggam apa yang telah diberikan kepadamu, karena kegembiraan dan keinginan untuk memiliki hanyalah paku yang mengikatmu ke dunia yang fana".
Sesungguhnya, pasangan kita hanya seorang partner yang diajak berkomitmen menjalin suatu hubungan, hingga membangun bahtera rumah tangga. Suatu ikatan untuk berkomitmen merupakan ikatan yang tidak akan abadi, sebab perpisahan hidup atau mati selalu mengintai. Hanya keserakahan yang mengoda untuk memiliki yang bukan milik kita.
Ada pendapat mengatakan bahwa mahkluk yang pertama kali cemburu adalah iblis. Hal ini disebabkan iblis merasa paling baik,. Tetapi, kenapa Adam yang diciptakan belakangan dijadikan khalifah di Bumi. Kecemburuan akan membawa kita ke dunia fana, seperti cemburu iblis yang membawanya kepada neraka. Jika kita memiliki cinta, kita akan membebaskan pasangan kita ke langit, sehingga dia memberikan senyuman kepada dunia. Sebab kebahagian dia adalah kebagian kita. Jangan risau dengan pengkhianatan, jika bersabar dan kokoh di jalan-Nya, maka ujian ini ibarat jalan menuju pintu kesempurnaan.
"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia" Imam Ali bin Abi Thalib
Sebagai penutup, ada kalimat nyeleneh yang pernah saya katakan untuk menjawab pertanyaan seorang teman. Dia bertanya, apakah perselingkuhan itu tidak bisa diobati. Jawab saya "Jelas, perselingkuhan tidak bisa diobati. Hal ini diakibatkan orang itu masih bersama dengan orang yang menyebabkan perselingkuhan itu terjadi. Coba dia bersama selingkuhannya, kemungkinan besar perselingkuhan tidak akan terjadi lagi"
Komentar
Posting Komentar