Hukum Tajam di Siswa, Tapi Tumpul di Pendidik
narakomen-10.
Pada tahun 2015, ada siswa di salah satu SMK di suatu Kabupaten, dihukum karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Siswa tersebut sempat dikembalikan ke keluarga untuk dibina dalam beberapa hari. Namun karena perilaku merokok dia tetap saja terulang serta ditambah dengan menjual rokok di sekolah. Akhirnya, sekolah memberikan sangsi berat berupa Drop out (DO).
Larangan merokok di lingkungan sekolah bukanlah suatu aturan yang baru di seluruh di Indonesia. Bahkan aturan tersebut biasanya ditulis di depan sekolah dengan ukuran yang sangat besar. Serta hampir seluruh sekolah memiliki kasus yang berkaitan dengan perilaku merokok.
Namun, apakah aturan tersebut hanya diperuntukkan kepada siswa, sedangkan guru, staf, penjaga sekolah, penjual di kantin hingga kepala sekolah terbebas dari aturan tersebut. Realitanya hukuman di sekolah hanya tajam ke siswa namun tumpul kepada mereka.
Beberapa sekolah yang saya ketahui, fenomena merokok yang dilakukan oleh guru, staf, penjaga sekolah, penjual di kantin hingga kepala sekolah merupakan pemandangan biasa di sekolah. Bahkan perilaku tersebut menjadi tontonan oleh siswa selama waktu sekolah. Ruang guru, kantin dan halaman sekolah adalah tempat yang biasa mereka jadikan untuk menghabiskan rokok.
Fenomena inilah yang menggambarkan hilangnya salah satu katakter pendidik di sekolah, yakni keteladanan. Dimana seorang guru yang harusnya menjadi pelopor integritas dalam menaati suatu aturan. Namun mereka memberikan pelajaran yang ambigu kepada siswa. Satu sisi melarang, tapi di sisi lain memberikan tontonan yang nyata dalam melanggar aturan. Lebih ironisnya, biasanya mereka menjadi penegak hukum kepada siswa yang kedapatan merokok. Untungnya tidak merokok ketika menghukum siswa.
Fenomena ini mengajarkan kepada siswa tentang feodalisme, dimana yang berkuasa akan semena-mena mengatur dibawah. Serta gambaran kebalnya mereka terhadap aturan. Apalagi persoalan kekerasan. Kaum berkuasa akan memandang kekerasan bagus dilakukan kepada bawahannya. Namun ketika melanda mereka, maka dianggap sebagai kriminalisasi.
Oleh sebab itu, menghilangkan gambaran feodalisme di sekolah. Seluruh makhluk yang ada di sana harus mematuhi, tanpa kecuali tamu yang datang ke sekolah harus "di mana kaki dipijak, di situ langit dijunjung tinggi". Jika hal ini dilakukan dengan semangat integritas dan konsisten oleh mereka. Maka akan tercipta keselarasan dan keadilan di sekolah. Serta guru sebagai suri tauladan menjadi gambaran nyata dan bukan sebagai pemanis di bibir saja.
Bagaimana pendapat Anda?
Mungkin hanya ada beberapa Sekolah yg oknum gurunya berprilaku demikian, tapi ada juga Sekolah yg ketat dalam penerapan aturan tersebut, karena saya pernah mendapati salah satu Sekolah di kota Makassar melarang guru, staf dan tamu untuk merokok di area Sekolah tersebut. Bukan hanya sekedar aturan yg ditempelkan di sudut-sudut Sekolah tapi benar pengaplikasiannya,,,,
BalasHapus