Muslim Yang Bahagia di Dunia

narakomen-05.


Ada seorang yang mukmin berdoa kepada Tuhan, lalu TUhan berkata kepada Jibril "Janganlah kamu bersegera mengabulkan doanya, sungguh Aku suka mendengar suara hamba-Ku yang mukmin." Sedangkan seorang yang fajir berdia kepada Tuhan, lalu malaikat Jibril diutus untuk memenuhi kebutuhannya. Tuhan berkata "Wahai Jibril, kabulkanlah pintanya dengan segera. Sunggu, Aku tidak suka mendengar suara hamba-Ku yang fajir."


Kata fajir, dibeberapa referensi, diartikan sebagai orang yang penghianat dan penipu dan ada juga mengartikan sebagai orang yang melakukan perbuatan maksiat atau dosa. Apapun artinya, kata fajir itu berunsur negatif dan sangat tidak disukai suaranya oleh Tuhan. Namun, sisi positifnya, doa seorang fajir cepat dikabulkan.

Sedangkan arti kata mukmin adalah seorang muslim yang tidak hanya mengerjakan ibadah tapi dia dapat dipercaya, menegakkan kebenaran, jujur, setia, beriman dan berakhlak mulia. Pengertian ini berbeda dengan kata muslim. Dikutip dari pmda.id—situs Pondok Modern Daarul Abroor—menjelaskan muslim adalah orang yang memeluk agama islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat  dan hanya melakukan ibadah secara rutin. 

Menurut KH. Dr Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, seorang mukmin sangat dekat dengan bala (ujian). Karena menurut Beliau, bala merupakan suplemen, kasih sayang atau perhatian Tuhan kepada seorang mukmin. Beliau—dalam channel youtube Misykat TV—menyebutkan 5 bala yang bisa menimpa seorang mukmin. Pertama, seorang mukmin akan difitnah dan dimusuhi oleh seorang muslim. Kedua, seorang mukmin akan berhadapan dengan seorang munafik. Ketiga, selalu diperangi oleh orang kafir. Keempat, nafsu selalu melawan orang mukmin. Terakhir, setan selalu menghasut orang mukmin.

“Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya bala, dan apabila Allah SWT mencintai suatu kaum Dia memberi cobaan kepada mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4031)

Kecintaian Tuhan seperti ini sangatlah susah dirasakan oleh manusia. Bahkan rumit diterima karena banyaknya hijab dunia yang menutupinya. Seorang pelajar soleh-soleha (kayaknya) tidak akan terima mendapatkan nilai jelek walaupun diraih dengan kejujuran dan usaha sendiri, sehingga mereka harus melakukan cara curang demi memperoleh apa yang diinginkan. Seorang yang menginginkan karir dan koneksi yang bagus harus menjilat dan membiarkan kesalahan tegak diatas kebenaran. Serta, seseorang yang menginginkan harta yang banyak harus menipu dan merampok (korupsi) yang bukan miliknya. 

Sangatlah wajar, ada muslim yang rajin shalat tepat waktu, suaranya bagus dan fasih melantuntan ayat-ayat suci Al-Quran, rajin berpuasa sunnah, buku bacaan wajibnya adalah Al-Quran dan berjidat hitam. Tapi, tidak menjadi mukmin yang Tuhan suka mendengar suaranya saat berdoa. Mereka lebih memilih menjadi orang yang ingin cepat dikabulkan doanya dan merasakan kehidupannya yang aman. Dimana karir mereka bagus, walaupun diam ketika kebatilan ada di depannya. Kebutuhan keluarganya tercukupi, walaupun banyak hak-hak orang yang dirampas. Serta, banyak orang mendekatinya (populer), walaupun banyak melakukan konformitas yang berujung dengan bersahabat kepada kesalahan dan dosa.

Kata sepupuku, jika kamu ingin diikuti oleh orang banyak (berpengaruh), maka harus diperlukan jabatan, dan uang sebagai modalnya. Pada sisi duniawi, hal itu sangatlah penting apalagi ingin mensukseskan keinginan kita. Seperti seorang politikus yang tidak tau rimbanya, tiba-tiba datang layaknya seperti lampu jin, jika banyak yang memilihnya, maka segala keinginan bisa dikabulkan. Aristoteles (384-322 SM) juga mengatakan, bahwa manusia adalah zoon politicon yang memiliki arti sebagai makhluk yang selalu ingin bergaul dalam masyarakat. Apalagi rajin shalat dan mengaji.

“Janganlah engkau merasa senang dengan banyaknya teman selama mereka bukan orang-orang yang baik. Sebab, kedudukan teman seperti api: sedikitnya adalah kenikmatan, sedangkan banyaknya adalah kebinasaan”–Imam Ali bin Abi Thalib

Begitu banyak juga orang-orang yang mengejar dunia menasehatiku dengan segala ketakutan yang mungkin akan menimpaku di kemudian hari. Misalnya, uang sekolah anak. Padahal mereka tidak tau, dunia merupakan kumpulan musibah, fana dan membinasakan orang yang merasa aman darinya. Kemanisan dunia ini adalah kepahitan akhirat. 

Bagaimana saya bisa memburu dunia, jika banyaknya orang yang rajin beribadah di dunia mempertontokan perilaku memakmurkan negeri yang fana dan mengabaikan negeri yang abadi. Lihatlah masjid-masjid di kota bertaqwa dibangun begitu megah, sedangkan kaum mustadafin berhamburan di kotanya. Perhatikanlah orang-orang memperkaya diri mereka dengan berpenampilan mentereng, padahal disekitar mereka ada anak yang berbaju compang-camping dan dinginnya malam menampar perutnya yang kosong.  Serta beberapa abdi negara berjidat hitam, asik memakmurkan diri dan kelompoknya, tapi keadilan, kebenaran dan kesejahteraan rakyatnya dihempaskan begitu saja.

“Janganlah kalian berlomba-lomba dalam kemuliaan dunia dan kebanggaannya. Jangan terpesona dengan perhiasannya dan kesenangannya. Dan jangan pula bersedih dengan musibah dan kesengsaraannya. Sebab, kemuliaan dunia dan kebanggaannya terputus. Perhiasannya akan sirna. Musibah dan kesengsaraannya akan hilang.” –Imam Ali bin Abi Thalib

Memang ada perkataan yang menasehati kita bekerja untuk dunia, seakan-akan hidup selamanya. Dan bekerja untuk akhirat, seakan-akan mati besok pagi. Tapi dunia mana yang harus dikejar? Dunia yang penuh kemunafikan tapi berisi kenyamanan materi? Atau dunia yang menegakkan keadilan, kebenaran  dan berlomba-lomba berbuat kebaikan. Sehingga dunia menjadi kendaraan yang dapat mengantar kita kepada Tuhan.  

Dunia ini adalah alam yang sekadar dilewati untuk menuju alam yang abadi. Tapi banyak juga orang menjual dirinya kepada dunia, lalu dia menghinakan dirinya sendiri. Namun diri yang merdeka terhadap dunia dikipas jauh-jauh untuk menghindari bala. 

Padahal, jika kita sudah memerdekakan diri, maka bala (musibah) bukanlah menjadi rintangan kita sebagai hamba Tuhan. Tidak ada lagi orang yang bunuh diri untuk terlepas dari masalah-masalah dunia. Tidak ada lagi orang yang jadi stres bahkan mengalami gangguan kejiwaan, jika mereka mengerti hakikat dunia ini. Tidak ada lagi seorang munafik yang menjilat kepada kesalahan untuk mengamankan hidupnya.

Sekali lagi, kecintaan Tuhan dan keindahan alam abadi tidak bisa menjadi hal yang menggiurkan saat hidup di dunia. Kebanyakan orang akan menjadi budak dunia, agar terhindar dari musibah-seminimal mungkin dengan cara apapun. Padahal mereka sudah merusak tiket surga mereka.

Menurut Imam Ali bin Abi Thalib mereka yang bekerja untuk dunia dipenuhi dengan ketakutan dunia, dimana adanya kekhawatiran meninggalkan kemiskinan kepada ahli warisnya dan berusaha memastikan dirinya terjamin dalam hidupnya. Sehingga nafsunya membujuknya kepada kesenangan dunia dan menjadikan hal tersebut sebagai prioritas bagi hidupnya. Akhirnya mereka mengotori kehormatannya dan merendahkan kemuliaannya.

Saya pernah berkata kepada teman-teman ku. Sesuatu yang sering memberikan kebahagian materi di dunia adalah Iblis, sebab itulah janji Iblis kepada Tuhan, yang akan menggoda manusia dari depan, belakang, kanan, dan kiri mereka. Sehingga mereka akan berlomba mencari dunia dan dunia pun menghancurkan mereka. Janji Iblis ini tidak pernah diingkar hingga akhir waktu. Jadi, apakah seorang muslim yang sedang berbahagian dengan harta, jabatan dan status sosial, yakin berasal dari kasih Tuhan atau Iblis?


Editor : Ilma
Teman sharing : Al Galih

Komentar